Translate

Selasa, 27 Oktober 2009

Dahlan Iskan: Menteri Pariwisata Baru Kita: Julia Roberts!

Dikutip dari www.inilah.com

Dahlan Iskan: Menteri Pariwisata Baru Kita: Julia Roberts!

INILAH, mestinya, se­buah promosi pariwisata yang dampaknya bisa lebih besar
daripa­da hasil kerja tiga mente­ri pariwisata sekaligus: Ju­­lia Roberts.
Peraih Os­car ini bukan hanya per­gi ke Bali. Julia Roberts tinggal di Bali
un­tuk lebih dari satu bulan. Bahkan, dia sedang syuting film Hollywood sebagai
pemeran utama dalam film Eat, Pray, Love.

Bisa dibayangkan betapa besarnya gema Bali setelah pemutaran film itu nanti.
Bahkan, mestinya sudah sejak pembuatannya sekarang. Kita pasti masih ingat
betapa pariwisata Selandia Baru mendapat durian runtuh ketika film Lord of The
Rings dibuat di negeri dingin itu.

Julia Roberts, Hollywood, dan film yang didasarkan pada novel laris dunia:
bentuk pro­mosi apa lagi yang lebih hebat daripada itu? Seluruh APBN kita di
bidang pariwisata pun (tahun 2009 hanya sekitar Rp 1,4 tri­liun) belum tentu
cukup untuk merayu Hollywood agar mau bikin film yang bagus untuk mempromosikan
Bali. Itu, kedatangan Julia Roberts itu, tidak mencuil sedikit pun APBN kita.
Padahal, Malaysia saja harus menghabiskan dana besar agar "Gedung Jagung"
(baca: menara kembar Petronas) yang menyandang gelar sebagai gedung kembar
tertinggi di dunia itu bisa menjadi latar belakang atau setting film
Entrapment, yang dibintangi aktris Catherine Zeta-Jones dan aktor Sean Connery,
salah satu bintang film James Bond. Padahal, dalam film itu, Gedung Jagung
hanya kelihatan beberapa kilas.

Kita sungguh harus berterima kasih kepada Julia Roberts. Tentu juga kepada
Hollywood. Lebih khusus lagi kepada Elizabeth Gilbert yang telah menulis novel
dengan setting Bali, khususnya Ubud (Gianyar) dan Jimbaran (Badung). Tapi,
sampai hari ini, saya belum melihat ada orang Indonesia yang se­cara terbuka
mengucapkan terima kasih ke­pada mereka. Kalau saja saya presiden In­donesia,
saya akan menjamu Julia Roberts. Se­tidaknya kalau saya menteri pariwisata.
Kita buat Julia Robert sangat terkesan selama di Bali. Kita buat Julia Roberts
"menteri pa­ri­wisata" kita yang baru.

Dengan kehadiran bintang film top dunia di Bali itu, apalagi untuk waktu yang
lama, apalagi untuk syuting film bagus, apalagi mengenai daya tarik Bali,
apalagi jalan cerita­nya sangat menarik, rasanya baru kali ini Bali mendapat
promosi gratis ke seluruh dunia lewat media yang sangat abadi ini: film.
Memang, Bali pernah mendapat promosi melalui penyanyi Filipina, Maribeth,
dengan lagunya Denpasar Moon. Namun, lagu itu tidak mendunia.

"Saya tidak jadi menyesal membeli properti di Bali," ujar seorang pengusaha
Surabaya. "Harga properti di Bali pasti akan naik," tambah­nya. Pengusaha itu
memang pernah mengeluh setelah terjadi bom Bali. Kini ke mana-mana dia
bercerita mengenai Julia Roberts yang lagi syuting film di Bali.

Begitu serunya pengusaha tersebut bercerita, sampai-sampai saya harus membeli
no­vel yang sedang difilmkan dengan judul yang sama itu: Eat, Pray, Love. Cover
novel itu sendiri sudah menarik: tulisan Eat-nya meng­gunakan keju. Pray-nya
menggunakan untaian tasbih atau rosari. Love-nya menggunakan rangkaian kelopak
bunga anggrek. Itulah novel karya penulis Amerika Serikat bernama Elizabeth
Gilbert. Itulah novel yang masuk dalam daftar buku terlarisnya The New York
Times. Itulah novel yang meski di­tulis pada 2006, tapi masih terus menjadi
per­bincangan di Amerika. Terutama di kalangan yang khusus ini: wanita, umur
30-40-an tahun, mapan, dan berstatus janda. Jumlah mereka ini tidak kecil di AS
mengingat kebiasaan cerai dan menjadi single mother sangat umum di sana.

Novel itu memang berkisah mengenai wanita pada umur yang mudah goyah tersebut.
Kegoyahan yang berakibat pada gangguan kejiwaan yang sangat berat. Liz, yang
akan diperankan oleh Julia Roberts, seperti layang-layang putus setelah
bercerai dari suaminya. Dia begitu benci kepada suaminya itu sampai-sampai dia
menolak kata-kata bijak "kalau engkau mau mengetahui lebih banyak tentang
suamimu, maka ceraikanlah dia". Dia benar-benar bercerai justru karena ingin
berhenti mengetahui lebih jauh mengenai suaminya.

Sebagai orang Kristen KTP, dia memang percaya Tuhan. Tapi, dia merasa belum
pernah bisa bertemu Tuhan. Sampai-sampai dia ragu bagaimana harus menyebut
Tuhan: He (dia untuk laki-laki) atau She (dia untuk perempuan). Dia begitu
ingin bertemu Tuhan dan mendapatkan kedamaian jiwa. Dia mengelana ke Italia,
India, dan akhirnya ke Bali. Di Bali, Liz menemui Ketut Liyer yang dia anggap
bisa menjawab pertanyaan dasar yang sulit ini: bagaimana bisa menyatu dengan
Tuhan, di­cintai dan mencintai Tuhan seumur hidup tapi tidak harus jadi pendeta
atau ulama dan tetap bisa menikmati segala kenikmatan dunia.

Bali mendapat promosi yang luar biasa. Bali yang digambarkan di novel itu
sebagai satu-satunya surga di dunia, yang bisa menyelesaikan persoalan rumit
Liz: dia mendapatkan ketenteraman jiwa dan kemurnian cinta dari seorang pria
asal Brazil yang tinggal di Bali dengan alasan yang sama.

Julia, maafkan kalau sampai Anda pulang nanti, tidak ada sambutan hangat untuk
Anda dan rombongan. Maafkan kalau kami kurang berterima kasih kepada Anda...

Tidak ada komentar: